Opini: Risal sangadji. SH
Pemberhentian sejumlah aparat Desa Mangega di Kecamatan Sanana Utara, Kabupaten Kepulauan Sula oleh Kepala Desa Abdul Hamid Teapon menimbulkan kontroversi dan dugaan adanya muatan politik.
Langkah ini dipandang tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalamP eraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Aturan ini jelas menyatakan bahwa perangkat desa hanya dapat diberhentikan apabila yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena alasan yang sah sesuai peraturan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Kepala Desa Abdul Hamid Teapon memberhentikan sejumlah perangkat desa, termasuk Ketua RT dan kader Posyandu, dengan alasan masa jabatan mereka telah berakhir.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, terutama karena SK pemberhentian tersebut dikeluarkan secara tiba-tiba pada momentum politik tertentu.
Ketua RT yang diberhentikan, Darwis Buamona, mengungkapkan bahwa pemberhentian tersebut dilakukan setelah kampanye pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sula, Hendrata Thes dan Muhammad Natsir, di Desa Mangega.
Jika benar bahwa pemberhentian ini berkaitan dengan kegiatan politik, maka tindakan Kepala Desa Abdul Hamid Teapon dapat dikategorikan sebagai tindakan maladministrasi yang memilikiunsur kepentingan politik.
Hal ini berpotensi dilaporkan ke Ombudsman RI, mengingat tugas lembaga ini adalah mengawasi dan memastikan bahwa pelayanan publik dilakukan secara adil dan sesuai aturan.
Pemberhentian perangkat desa dengan alasan yang tidak jelas atau tidak sesuai prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dapat merugikan individu yang bersangkutan dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa.
Kepala desa harus bijak dalam menggunakan kewenangannya, terutama ketika menyangkut pemberhentian perangkat desa.
Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan transparan agar tidak menimbulkan kecurigaan adanya muatan politik atau kepentingan pribadi.
Jika kepala desa terus bertindak semena-mena, perangkat desa yang merasa dirugikan dapat menempuh jalur hukum dengan melaporkan tindakan tersebut ke Ombudsman RI atau lembaga berwenang lainnya untuk mendapatkan keadilan.
Penting juga bagi perangkat desa untuk tetap netral dalam kegiatan politik praktis, sesuai dengan peraturan yang melarang aparat desa terlibat dalam politik praktis. Namun, jika ketaatan mereka justru dijadikan alasan untuk pemberhentian, hal ini menunjukkan adanya tindakan diskriminatif yang seharusnya tidak terjadi.
Kepala desa seharusnya membina perangkat desa dan menjaga agar pemerintahan desa berjalan sesuai aturan, bukan memberhentikan mereka tanpa dasar yang jelas.
Dalam hal ini, pihak terkait, seperti pemerintah kabupaten atau Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, perlu turun tangan untuk memastikan bahwa pemberhentian perangkat desa di Desa Mangega sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jika ditemukan adanya pelanggaran, tindakan tegas harus diambil untuk menegakkan keadilan dan memastikan agar praktik semacam ini tidak terulang dimasa depan.