Kupas Netralitas ASN dan Kepala Desa Dalam Pilkada Sula

Foto media mkri.id

PM, JAKARTA – Keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) menjadi pembahasan dalam persidangan lanjutan perkara 233/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kabupaten Kepulauan Sula 2024.

Pada persidangan Jumat (24/1/2025) di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Sula sebagai Termohon diberikan kesempatan untuk menyampaikan Jawaban atas dalil-dalil Permohonan Pemohon.

Selain itu, Pihak Terkait dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga turut diberi kesempatan memberikan Keterangan. Pelaksanaan sidang perkara ini dilaksanakan oleh Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Perkara ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula Nomor Urut 3 Hendrata Theis dan Muhammad Natsir Sangadji. Adapun Pihak Terkait dalam perkara ini ialah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula Nomor Urut 2 Fifian Adeningsih Mus dan Saleh Marabessy.

Dikutip dari Humas Mahkam Konsitusi laman media mkri.id . Dalam persidangan, termohon membantah dalil Pemohon yang menuding pihaknya lalai karena tidak menyikapi keterlibatan ASN dalam pemenangan Pihak Terkait. Termohon juga membantah tudingan Pemohon mengenai money politics atau politik uang. Alasannya, kedua hal tersebut bukanlah kewenangan Termohon jika tak ada rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

“Keterlibatan ASN dan Aparatur Desa yang dianggap mendukung Pihak Terkait serta politik uang bukan merupakan kewenangan dari Termohon, melainkan kewenangan dari Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula. Termohon tidak pernah menerima laporan dari Bawaslu terhadap kejadian tersebut,” ujar Kuasa Termohon, Ali Nurdin

Penyelenggaraan Plbup Kepulauan Sula 2024 juga diklaim Termohon sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Saat pemungutan suara, Termohon memastikan bahwa seluruh saksi TPS menandatangani Berita Acara Formulir Model C.Hasil.

Sama seperti persoalan netralitas ASN dan money politics, pelaksanaan pemungutan suara pun disebut Termohon tidak ada rekomendasi dari Bawaslu Kepulauan Sula.

“Keberatan Pemohon terkait permasalahan di TPS seharusnya disampaikan pada saat Rapat Pleno Rekapitulasi Tingkat Kecamatan agar bisa dilakukan koreksi secara langsung pada Formulir Model D.Hasil Kecamatan. Tidak ada saran atau rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula,”kata Ali.

Dalil-dalil permohonan juga di persidangan ini dibantah oleh Pihak Terkait, terkhusus mengenai dugaan pelibatan ASN dan Kepala Desa yang disebut Pemohon bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurut Pihak Terkait, dugaan tersebut tidak pernah diajukan Pemohon kepada Bawaslu.

“Berkaitan dengan kompetensi pelanggaran TSM, Pemohon tidak melakukan permohonan perselisihan sengketa TSM ke Bawaslu Provinsi Maluku Utara,” ujar kuasa hukum Pihak Terkait, AH Wakil Kamal.

Sedangkan mengenai praktik politik uang, Pihak Terkait menilai pelaporan Pemohon tidak semestinya diungkit lagi karena sudah pernah diajukan ke Bawaslu.

Namun pelaporan Pemohon tidak ditindaklanjuti karena dianggap Bawaslu tidak terbukti. Sebaliknya, Pihak Terkait juga menyinggung perolehan suara Pemohon pada 10 desa di enam kecamatan yang disebut-sebut terdapat praktik money politics.

“Lagipula berkaitan dengan tuduhan tentang money politics yang terjadi di 10 desa di enam kecamatan tersebut ternyata Pemohon merupakan pemenang di lima desa,”kata Kamal.

Sementara itu, Bawaslu Kepulauan Sula menegaskan sudah memberikan tiga rekomendasi berkaitan dengan netralitas ASN, Kepala Desa, dan Perangkat Desa. Teruntuk netralitas ASN, rekomendasi diberikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

“Karena sejak dugaan pelanggaran itu dilakukan, KASN belum dibubarkan,” ujar Ketua Bawaslu Kepulauan Sula, Ajuan Umasugi.

Kemudian rekomendasi terkait Perangkat Desa disampaikan kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula. Sedangkan rekomendasi terkait Kepala Desa diserahkan kepada Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Kepulauan Sula.

Hasil dari rekomendasi yang diteruskan kepada Kepolisian itu bermuara di pengadilan hingga memperoleh putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

“Dua kepala desa. Diputus enam bulan tapi tidak dijalani, dia percobaan,”kata Ajuan.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *