Sanana Kota Kumuh

Foto: Lampu PJU Seputaran Wilayah Kota Sanana tidak lagi Berfungsi

Opini: Refleksi Hari Jadi Kota Sanana ke-675 Tahun

Oleh: Mohtar Umasugi.

Tanggal 12 April tahun 2025 adalah hari jadi Kota Sanana yang ke-675 tahun menjadi momen penting yang semestinya mengundang rasa syukur sekaligus keprihatinan.

Sanana adalah kota tua yang kaya sejarah. Ia telah melewati ratusan tahun perjalanan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat Kepulauan Sula. Tetapi ditengah ucapan selamat ini, saya merasa perlu menyampaikan sebuah refleksi yang mungkin pahit, namun penting, Sanana hari ini adalah kota yang tumbuh dalam kekumuhan.

Saya menulis ini bukan karena benci, tetapi karena cinta. Sebagai bagian dari warga yang hidup dan besar di kota ini, saya merasa terusik menyaksikan wajah Sanana yang tak lagi sejalan dengan kebesaran sejarahnya.

Kota yang seharusnya menjadi etalase peradaban lokal justru tampak kotor, semrawut, dan tak tertata. Jalan-jalan rusak, saluran air tersumbat, tumpukan sampah menggunung, ruang publik minim, lampu jalan hanya tiang yang terpajang namun gelap disaat malam, kawasan pantai dari desa mangon sampai dengan desa fogi bila ditatap dari arah laut seperti kota tak berpenghuni, serta kawasan permukiman padat tumbuh liar tanpa rencana tata ruang yang jelas.

Ironisnya, semua itu terjadi di atas sejarah yang agung. Di kota ini pernah tumbuh perdagangan rempah, jalur pelayaran penting, serta jejaring budaya yang menghubungkan Sula dengan pusat-pusat kekuasaan regional.

Tapi hari ini, sisa-sisa sejarah itu tak banyak yang dirawat, bahkan sebagian besar terlupakan di balik hiruk-pikuk pembangunan yang tidak berorientasi pada keseimbangan lingkungan dan warisan budaya.

Saya menyadari bahwa kekumuhan tidak terjadi dalam semalam. Ini adalah hasil dari akumulasi kelalaian perencanaan, ketidaktegasan penegakan aturan, dan rendahnya partisipasi publik dalam urusan kota. Namun kita tidak bisa terus-menerus berdalih. Kota ini butuh perubahan nyata, bukan sekadar wacana dan seremoni tahunan.

Sementara itu dalam realitas dapat kita saksikan bersama bahwa volume timbulan sampah di wilayah Sanana terus meningkat setiap tahun. Berikut kawasan pasar dan pemukiman padat menjadi titik paling rentan dalam hal sanitasi dan kebersihan.

Masalah drainase juga kerap kali menyebabkan banjir lokal di musim hujan, menandakan lemahnya sistem infrastruktur dasar kota.

Pertanyaannya: apakah kita akan terus membiarkan kondisi ini? Apakah 675 tahun hanya akan menjadi angka jargon ucapan selamat tanpa makna substansial bagi perubahan wajah kota? ataukah jargon “Sanana Bersih dan Sehat” yang kerap digaungkan hanya kuat di baliho, lemah dalam realitas ?

Saya percaya, hari jadi ini seharusnya menjadi momentum introspeksi kolektif. Sanana membutuhkan komitmen baru dari semua pihak pemerintah, masyarakat, pemuda, hingga sektor swasta untuk menata kembali kota ini. Bukan hanya membangun yang besar-besar, tetapi merawat yang kecil-kecil yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat: sistem kebersihan yang teratur, ruang hijau yang tersedia, drainase yang tertata, dan tata ruang yang adil.

Kota adalah cermin peradaban. Jika Sanana tetap dibiarkan dalam kekumuhan, maka sejarah besar yang kita banggakan hanya akan menjadi cerita kosong. Kita tidak sedang kekurangan anggaran atau sumber daya manusia, yang kita butuhkan adalah visi, kemauan, dan keberanian untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh.

Mari jadikan usia 675 tahun ini sebagai titik balik. Sanana tidak layak terus-menerus dikenal sebagai kota kumuh. Ia pantas dipulihkan, dibenahi, dan ditata sebagai kota bersejarah yang modern, bersih, dan ramah bagi warganya.

Karena kota yang baik bukan hanya tentang bangunan tinggi dan jalan lebar, tetapi tentang bagaimana ia memperlakukan manusianya secara bermartabat. Dan itulah tantangan kita bersama hari ini.

banner 728x90

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *