Penasehat Hukum AW, Nilai Polres Sula Abaikan Kedudukan Hukum Islam

RASMAN BUAMONA, SH,.

PM, SANANA – Penetapan seorang pria inisal AW sebagai tersangka kasus persetubuhan anak oleh Polres Kepulauan Sula menuai protes keras dari kuasa hukumnya, Rasman Buamona. SH.,

Ia menilai langkah penyidik melanggar prinsip keadilan, konstitusi, dan mengabaikan keberlakuan hukum Islam sebagai bagian dari sistem hukum nasional.

Menurut Rasman, persoalan hukum yang menjerat kliennya berawal dari rencana pernikahan antara AW dan seorang perempuan berinisial NA.

Ia menjelaskan bahwa kedua belah pihak keluarga telah melakukan musyawarah dan sepakat untuk menikahkan pasangan tersebut, namun pernikahan ditunda karena AW masih terikat dalam pernikahan sebelumnya.

“Klien saya sudah mengurus penceraian secara sah melalui Kantor Urusan Agama dan diarahkan ke Pengadilan Agama Labuha. Saat proses itu berjalan, tiba-tiba muncul laporan penipuan, lalu menyusul laporan lebih berat terkait persetubuhan anak,” kata Rasman dalam keterangan pers, Kamis (25/06/2025).

Rasman juga menjelaskan kasus ini bermula saat Ibu NA datang dan mendapati WA dan NA sedang bertemu dirumah IK disala satu Desa Kecamatan Mangoli Barat, Ibu NA dan keluarganya kemudian mengundang keluarga AW untuk bermusyawarah menikahkan NA dan AW.

Tak lama kemudian, keluarga NA meminta bantu kepada Babinkamtibmas setempat, Hasbi Umanailo untuk mengantar ongkos pernikahan berupa uang Rp50 juta, kain putih, cincin emas, serta biaya untuk pernikahan.

“Bahkan Babinkamtibmas yang mengantar daftar ongkos nikah ke pihak keluarga laki-laki. Ini membuktikan bahwa proses menuju pernikahan berjalan secara terbuka dan bermartabat. Jadi mengapa hukum Islam dikesampingkan?” tegas Rasman.

Namun, karena AW masih dalam ikatan pernikahan sebelumnya, keluarga NA meminta penceraian diselesaikan lebih dulu. AW pun melapor ke KUA Kecamatan Mangoli Barat dan diarahkan ke sidang keliling Pengadilan Agama Labuha yang sedang berlangsung di Sanana.

Selama proses itu belum selesai, keluarga NA melaporkan AW ke Polres Sula dengan dugaan penipuan pada 1 Mei 2025. Beberapa minggu kemudian, pada 5 Mei, mereka kembali melaporkan Agudani atas tuduhan persetubuhan anak.

Pada 18 Juni 2025, Polres memfasilitasi mediasi antara kedua keluarga. Terkait laporan penipuan. Mediasi gagal setelah pihak keluarga NA membatalkan rencana pernikahan secara sepihak dan menuntut denda sebesar Rp70 juta. Keluarga AW menolak permintaan tersebut.

Akhirnya pada 23 Juni, Polres menetapkan AW sebagai tersangka. Padahal klien saya sedang menjalani proses penceraian untuk mematuhi aturan dan adat.

“Penetapan tersangka ini adalah bentuk nyata dari praktek penegakan hukum yang tidak adil dan bertentangan dengan Konstitusi,” Ujar Rasman

Ia juga mempertanyakan mengapa Babinkamtibmas Desa Pas Ipa tidak dipanggil sebagai saksi, padahal turut mengetahui proses musyawarah rencana pernikahan.

Untuk itu, Rasman mendesak Polda Maluku Utara untuk mengambil alih kasus ini dari Polres Sula, serta meminta agar Kasat Reskrim dan penyidik Unit PPA dicopot karena dianggap melanggar etika penyidikan dan mengabaikan prinsip hukum Islam.

“Kami menilai ini adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi dan hukum Islam. Tidak bisa hukum agama diinjak-injak oleh proses hukum yang tidak adil,” pungkas Rasman.

Bahkan Rasman juga meminta Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Sula dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sula untuk tidak tinggal diam dan segera turun tangan dalam menegakkan hukum Islam dalam kasus ini.

“Saya mendesak Kementerian Agama dan MUI Kabupaten Sula untuk mengambil bagian aktif. Hukum Islam tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Ini bukan hanya soal pidana, ini soal kehormatan syariat Islam yang diinjak-injak,” tegasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *